Jumat, 09 April 2010

Guru Anak Autis Dituntut Mental Kuat dan Lebih Sabar

Guru untuk membina anak penderita Autis harus mempunyai mental kuat dan lebih sabar, karena murid yang dihadapi memiliki kondisi berbeda dengan orang normal dan terkadang berprilaku di luar dugaan.

Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri Palembang dr Muniyati Ismail, Sabtu (27/3).

Dia mencontohkan, sebelumnya pernah terjadi saat guru baru mengajar, ternyata prilaku murid di yayasan itu yang luar biasa sehingga pihaknya 'terpaksa' membantu pembina tersebut supaya kendala dihadapi tidak berlanjut.

"Bahkan, kadang-kadang bila belum mengerti kondisi anak bisa-bisa pengajar kewalahan menghadapi prilaku anak Autis tersebut," kata dr Muniyati pendiri Yayasan Bina Autis Mandiri itu. "Jadi guru yang mengajar anak Autis harus memiliki mental kuat dan sabar, sehingga pelajaran diberikan dapat diserap anak 'cacat mental' itu."

Sehubungan itu, menurut dia, guru yang diterima mengajar di Yayasan Bina Autis Mandiri Palembang, mereka dikursuskan lagi supaya bisa mengetahui prilaku anak tersebut.

Lebih lanjut dia mengatakan, para guru yang membina anak Autis ini dari berbagai disiplin ilmu, namun juga harus diberikan ilmu khusus.

Dikatakannya, para guru yang mengajar di yayasan tersebut sekarang ini sudah menyatu dengan anak-anak didiknya, sehingga pelajaran diberikan dapat diterima dengan baik.

Yayasan Bina Autis Mandiri sekarang ini memiliki murid sebanyak 97 orang, dan dari jumlah itu sebagian besar mereka telah duduk di kelas satu hingga kelas enam sekolah dasar.

Kenali Gejala Awal Anak Autis

AUTIS adalah gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan bahasa, perilaku, komunikasi, emosi dan interaksi sosial. Yulia, seorang terapis autis di Pelita Bunda, Terapi Center Jl Markisa No 58, Voorfo, Samarinda Ulu mengatakan, setiap anak penderita autis, memiliki kasus yang berbeda-beda.

Tingkah laku anak autis pun beragam. Ada yang berteriak, super aktif berlari-lari, menangis hingga tidur. "Ada anak yang hiperaktif tetapi ada anak yang hanya diam karena terlambat berbicara. Namun, secara intelektual kemampuan anak autis adalah normal," ungkapnya.

Lulusan sarjana Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Surabaya ini memaparkan, gejala autis bisa dilihat dari anak usia 3 bulan. Salah satunya, bisa dilihat dari kontak mata anak, apakah anak tersebut melihat atau tidak.

"Karena itu, orangtua jangan senang dulu apabila anaknya pendiam dan cenderung tidak merespon apa yang kita berikan. Orangtua jangan bangga saat dibawa ke mal anaknya cuma diam dan tidak rewel. Bisa jadi itu adalah tanda-tanda anak autis," katanya.

Menurut Yulia, dari segi fisik, anak autis tak berbeda dengan anak normal pada umumnya. Namun dari segi prilaku mereka memang berbeda. Cenderung hiperaktif atau bahkan hanya diam. Wanita berjilbab ini tidak memungkiri komunikasi menjadi kendala utama anak-anak autis.

"Mereka memang sulit diajak berkomunikasi, kita harus menggunakan bahasa 'robot'," tambah Yulia.

Yang dimaksud Yulia, bahasa robot adalah komunikasi yang tegas. Anak-anak autis cenderung bingung apabila menggunakan bahasa yang sulit dimengerti. "Apabila tidak, katakan 'tidak'. Jangan bertele-tele, karena anak-anak autis akan bingung. Karena itu, orangtua harus bekerjasama dengan tempat terapi mengenai bahasa. Komunikasi bahasa di rumah dan diterapi harus sama," kata Yulia.

Sementara itu, Farah Flamboyan ST, Kepala Pelita Bunda mengatakan, bahwa jumlah anak autis binaannya semakin bertambah. Ia pun berpesan kepada orangtua yang memiliki anak autis agar tidak putus asa dan terus berjuang untuk anaknya. Bukan untuk kesembuhan tetapi untuk kemandirian.

"Binaan kami di Pelita Bunda saat ini sudah mencapai 34 anak. Mulai usia 2 sampai 12 tahun," jelas Farah.

Menurut Farah, setiap anak memilih hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama. Begitu halnya dengan anak-anak luar biasa, salah satunya penderita autis. Sayangnya, saat ini pendidikan untuk anak autis masih cukup mahal. "Anak-anak autis tidak mengenal ras, agama atau golongan. Semua anak dari kalangan manapun bisa terkena autis," kata Farah.

Biaya per anak mulai dari Rp600 ribu, termasuk terapi dan biaya sekolah. Tidak heran, Farah mengharapkan perhatian dari pemerintah untuk membantu anak-anak penderita autis. Sejauh ini, Pelita Bunda hanya memberikan subsidi bagi yang tidak mampu.

Tips Agar Anak Autis Mau Diajak Bicara

Sindrom antisosial, yang menghinggapi anak-anak mulai usia 2 tahun ini, terlihat dari keengganan pengidapnya untuk berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain. Hal ini menyebabkan anak autis terkadang tidak menyatu dengan lingkungan. Akibatnya, orangtua jadi sulit untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan si anak.


Agar Anda dapat mengajak anak autis berkomunikasi lebih baik, ikuti tips dari sekolah autis D'Knot berikut:


1. Jadilah teladan. Biasakan untuk fokus mendengarkan anak ketika ia sedang berbicara, maka mereka juga akan mencontoh.


2. Saat berbicara, pastikan Anda mendapatkan perhatian penuh dari si anak. Bila ia sedang sibuk, tunggulah hingga ia siap mendengarkan Anda. Misalnya dengan mematikan TV atau radio yang bisa membuatnya berkonsentrasi pada Anda.


3. Bicaralah sebagai sahabat, bukan orangtuanya. Anak autis akan lebih menaruh perhatian pada orangtua yang menempatkan mereka sebagai sahabat. Coba saja perhatikan, mereka akan lebih menaruh perhatian saat berbicara dengan sahabatnya.


4. Sampaikan pesan dengan suara jelas, berintonasi, dan singkat! Contohnya, "Ayo makan malam sekarang, yuk!". Hindari kata, "Wah, sudah jam berapa ini? Sudah lapar belum? Kita makan yuk, nanti kemalaman lho. Kalau kemalaman, besok bangunnya kesiangan."


5. Sesuaikan pemilihan kata-kata sesuai dengan usianya.


Anak Autis Bisa Disembuhkan

Anak yang menderita autis atau "cacat mental" bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap, kata Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri dr Muniyati Ismael di Palembang, Selasa.

Dr Muniyati yang telah lama berpengalaman membina anak penderita autis mengatakan, lanjut dia, pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah supaya mental mereka semakin normal.

Menurut pendiri Yayasan Bina Autis Mandiri itu, pihaknya sekarang membina 97 anak penderita autis dan dari jumlah itu sebagian besar mereka telah duduk di kelas satu hingga kelas enam sekolah dasar.

Yayasan itu mulai didirikan pada Januari 2003, setahun kemudian didirikan sekolah dasar, kata dia lagi.

"Alhamdulillah tahun ini ada enam orang yang akan mengikuti Ujian Nasional (UN). Dari enam itu empat di antaranya penderita autis," kata dia.

Ia menjelaskan, murid yang bersekolah di yayasan ini selain ada yang menderita autis juga ada yang normal seperti murid SD umum lainnya.

Ketika ditanya soal ketertarikannya mendirikan yayasan autis itu, ia mengatakan, anaknya, Attar (13), juga menderita autis sehingga ia menjadi sangat tertarik untuk membina anak-anak seperti itu.

Oleh karena itu bagi anak yang kurang mampu atau penderita autis lainnya bisa dibina di Yayasan Bina Autis Mandiri karena pihaknya akan membantu dengan biaya ringan, ujar dia pula.

Sementara salah seorang guru Yayasan Bina Autis Mandiri, Tuti mengatakan, untuk melatih anak autis perlu kesabaran sendiri supaya apa yang diberikan bisa diterima mereka.

Begitu juga tingkat penalaran mereka terhadap pelajaran yang diberikan tergantung dengan kemampuan mereka masing-masing, ujar dia.

Anak Autis Bisa Disembuhkan

Anak yang menderita autis atau "cacat mental" bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap, kata Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri dr Muniyati Ismael di Palembang, Selasa.

Dr Muniyati yang telah lama berpengalaman membina anak penderita autis mengatakan, lanjut dia, pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah supaya mental mereka semakin normal.

Menurut pendiri Yayasan Bina Autis Mandiri itu, pihaknya sekarang membina 97 anak penderita autis dan dari jumlah itu sebagian besar mereka telah duduk di kelas satu hingga kelas enam sekolah dasar.

Yayasan itu mulai didirikan pada Januari 2003, setahun kemudian didirikan sekolah dasar, kata dia lagi.

"Alhamdulillah tahun ini ada enam orang yang akan mengikuti Ujian Nasional (UN). Dari enam itu empat di antaranya penderita autis," kata dia.

Ia menjelaskan, murid yang bersekolah di yayasan ini selain ada yang menderita autis juga ada yang normal seperti murid SD umum lainnya.

Ketika ditanya soal ketertarikannya mendirikan yayasan autis itu, ia mengatakan, anaknya, Attar (13), juga menderita autis sehingga ia menjadi sangat tertarik untuk membina anak-anak seperti itu.

Oleh karena itu bagi anak yang kurang mampu atau penderita autis lainnya bisa dibina di Yayasan Bina Autis Mandiri karena pihaknya akan membantu dengan biaya ringan, ujar dia pula.

Sementara salah seorang guru Yayasan Bina Autis Mandiri, Tuti mengatakan, untuk melatih anak autis perlu kesabaran sendiri supaya apa yang diberikan bisa diterima mereka.

Begitu juga tingkat penalaran mereka terhadap pelajaran yang diberikan tergantung dengan kemampuan mereka masing-masing, ujar dia.

Tips Bepergian dengan Anak Autis

Anak penderita autisme menyukai hal-hal yang rutin dan terstruktur. Karena itu, bepergian berarti mengganggu rutinitas mereka. Tak heran bila banyak orangtua yang memiliki anak autis menghindari acara bepergian. Padahal, dengan tips berikut, orangtua tetap bisa mengajak anak autis melakukan perjalanan jauh untuk liburan.

1. Jelaskan tempat tujuan
Sebelum bepergian, jelaskan kepada anak tentang tempat tujuan yang akan didatangi. Demikian saran dari Daniel Openden, Direktur Southwest Autism Research and Resource Center, Phoenix, AS. "Tunjukkan foto atau film mengenai lokasi yang akan dikunjungi. Ceritakan pula alasan datang ke tempat tersebut dan kegiatan yang akan dilakukan di sana," katanya.

2. Bepergian dengan pesawat
Jelaskan kepada awak pesawat mengenai kondisi anak Anda. Untuk mengusir rasa bosan di dalam pesawat, siapkan buku atau mainan untuk anak. Bawalah permen, terutama bila Anak tidak bisa berkomunikasi verbal dan tidak bisa mengungkapkan bila telinganya berdengung.

3. Menginap
Berencana untuk menginap di hotel selama liburan? Anda bisa mulai mengajarkan anak untuk menginap di tempat lain, bisa di rumah kerabat atau hotel di kota untuk satu malam agar anak terbiasa dengan suasana tidur yang lain. Agar anak tidak terlalu "kaget" dengan suasana baru, bawalah bantal atau selimut yang biasa dipakainya.

4. Keamanan
Untuk berjaga-jaga, kenakan tanda pengenal yang berisi data diri dan nomor telepon Anda. Bawalah juga foto anak untuk ditunjukkan pada polisi bila si kecil terpisah dari Anda.

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi

Latar Belakang
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.

Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
  • Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
  • Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
  • Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
  • Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
  • Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
  • Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
  • Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial.Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah

    Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.

    Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;

    • Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
    • Anak Autis di sekolah Khusus
    • Anak Autis di SLB
    • Anak Autis hanya menjalani terapi.

    Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.